Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

Makna Kemenangan Hari Ini

"Allaahuakbar Allaahuakbar Allaahuakbar. Laailaa haillallaahu Allaahuakbar. Allaahuakbar walillaa hilham." Gema takbir bersahut-sahutan dari masjid satu ke masjid lain, dari surau di kampung hingga di pedesaan, pun dari setiap sudut rumah umat muslim di dunia di malam 1 Syawal 1441 Hijriah ini. Antara bahagia dan sedih. Bahagia atas kesempatan yang Allah berikan lagi untuk menuntaskan berbagai ibadah selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Namun, tidak bisa dipungkiri, kekhawatiran akan kualitas ibadah yang mungkin saja jauh dari standar penerimaan-Nya membuat kita sedih. That's why , ketika Hari Raya Idul Fitri tiba, sesama muslim saling mengucapkan "taqabbalallaahu minnaa waminkum" sebagai untaian doa yang berarti "semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian" . Bagi sebagian orang, momen Hari Raya Idul Fitri kali ini juga terasa berbeda dari biasanya. Tidak sedikit yang bertahan di perantauan, tidak pulang ke kam

Bagaimana Aku Merasa Dicintai?

Saat itu, aku dan sebagian besar Ekspresi baru saja menyelesaikan refleksi 2 mingguan pertama kami. Hampir sekitar pukul 2 dini hari, kami masih sedikit melanjutkan obrolan atau sekadar ucapan terima kasih telah membersamai beberapa jam terakhir dengan 'saling mengisi' yang begitu bermakna. Tidak pernah ada kata sia-sia ketika bersama mereka. Sambung menyambung percakapan satu dengan yang lain seakan selalu memberi nutrisi tersendiri untuk jiwa, raga, dan sukma, begitu salah satu temanku menyebutnya. Hampir tidak ada keraguan pula untuk membahas apa pun bersama mereka. Dan karena beberapa dari kami secara tidak sengaja namun serupa membahas soal asmara, aku yang selama ini belum pernah memiliki pengalaman seperti mereka, langsung bertanya, "Btw rek, aku jadi penasaran, gimana ya rasanya dicintai? I mean oleh lawan jenis seperti pengalaman kalian itu" . Mungkin terdengar aneh bagi kebanyakan orang yang saat ini menjalin hubungan dengan orang lain yang katanya atas dasa

Different (Again)

Bolehkah membandingkan pertumbuhan dan perkembangan seseorang dengan orang lain? Wajarkah membandingkan ia yang pendek dengan mereka yang berbadan tinggi dan gagah? Berhakkah membandingkan kamu yang sudah lancar membaca buku di usia 5 tahun dengan ia yang baru lancar membaca sebuah paragraf tepat sebelum masuk SD? Tidakkah kita lihat setiap makhluk-Nya berbeda dari struktur terkecil dalam sel, apalagi sesuatu yang mudah dilihat manusia? Coba perhatikan pertumbuhan biji yang disemai atau tanaman yang ditumbuhkan kembali dengan variabel yang sama pada setiap perawatan dan penjagaannya. Akankah mereka selalu tumbuh dan berkembang dengan kecepatan dan bentuk fisik yang sama, atau minimal serupa? Tentu tidak, kan?  Pict source : Dokumentasi pribadi It's simply because He creates every single thing differently, with different structures, shapes, characters, and even the pace to grow and develop. Let's just focus on what we need to do and what we can control, optimize the potentials H

#ReviewTausiyah: Cara Wanita Haid Mendapatkan Lailatul Qadr

Telah menjadi fitrah wanita mengalami haid setiap bulan, normalnya. Allah menetapkan ini sebagai salah satu keistimewaan bagi wanita yang tidak diberikan ke makhluk lainnya. Ia mengizinkan wanita untuk 'istirahat' dari sholat dan puasa selama kurang lebih 7 hari lamanya.  Sayangnya, memasuki 10 hari terakhir Ramadan, wanita yang mendapatkan jadwal haid tanpa bisa diatur waktunya, pasti merasakan kesedihan. Mengingat hari-hari tersebut merupakan salah satu momen terbaik untuk melejitkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah. Mengupayakan memperoleh bagian dari malam Lailatul Qadr yang lebih baik dari 1.000 bulan. Tidak terkecuali aku, hehe. Jujur sedih sekali sejak Sabtu sore lalu tidak bisa menjalankan puasa seperti sejak hari pertama Ramadan. Pun ibadah-ibadah lainnya yang seperti sudah menjadi kebiasaan selama 3 minggu terakhir. Namun, Allah seakan ingin aku selalu dekat dengan-Nya meski dalam kondisi 'tidak suci' seperti ini. Ia berikan petunjuk lewat tausiyah o

Dasar Manusia!

Manusia itu makhluk yang terlalu banyak mau ya. Sudah diberikan kemudahan, maunya mendapatkan level kemudahan yang super duper mudah seperti memasak mie instan. Kemudahan level biasa itu pun sudah tergolong cepat, tetap saja maunya yang paling cepat tanpa hambatan seperti jalan tol atau g**bexpress instant. Tidak hanya itu, kemudahan-kemudahan yang 'dibiasakan' terjadi dalam kehidupan sehari-hari akibat teknologi terkini tidak jarang membuat manusia lebih mudah gelisah, tidak sabaran, bahkan mengeluhkan keadaan yang terkadang tidak bisa dikendalikan oleh diri sendiri maupun orang lain. Padahal, sudah ada keterangan yang jelas dan lengkap pada layar gadget. Bahkan, bisa menanyakan lebih lanjut ke mereka yang lebih tahu. Tetapi, tetap saja maunya yang paling, paling, dan paling sempurna. Tanpa celah, cacat, rusak, terlambat. Pun merasa menjadi paling berhak dan berkuasa mengatur segalanya. Dasar manusia! Pict source: Pinterest Apakah ini sebuah bentuk ujian dari Allah untuk manus

MYTHOUGHT #4: Perubahan Itu Pasti

Pict source: Pinterest Di setiap detik, menit, jam, hari. Perubahan itu pasti. Di dalam diri, dari luar diri. Perubahan itu pasti. Direncanakan, otomatis begitu saja. Perubahan itu pasti. Diinginkan dengan sangat, tidak diharapkan. Perubahan itu pasti. Diupayakan dengan doa, tiba-tiba tak terduga. Perubahan itu pasti. Ya, kepastian itu adalah perubahan itu sendiri. Manusia saja yang sering kali menepis perubahan yang terjadi. Merasa paling tau apa yang terbaik dan tidak untuk diri sendiri dan (si)apa saja yang berinteraksi. Merutuki orang lain, kondisi, bahkan Tuhan atas apa-apa yang (katanya) tidak seharusnya seperti ini. Padahal sudah jelas, perubahan itu pasti. Jadi, mau menghadapi hal yang sudah pasti atau tenggelam dalam bayang-bayangmu sendiri?

Kembali

Hari ini tepat hari ke-5 aku mandeg menulis dan publish tulisanku di blog. Dan baru detik ini, saat aku mengetikkan satu per satu kata inilah aku mulai kembali. Awal aku bertekad menghidupkan lagi platform yang sudah sekitar dua tahun lebih usang sebenarnya bukan untuk apa-apa atau siapa-siapa, melainkan untuk diriku sendiri. Ya, sebelumnya aku pernah mengikuti tantangan menulis pengalaman menjadi Pengajar Muda selama 19 hari di Instagram, sekaligus meramaikan momen pendaftaran Pengajar Muda Angkatan 19. Sayangnya, aku tidak mampu bertahan sampai akhir. Ada perasaan harus menulis yang bagus, menarik, dan mampu memenuhi rasa penasaran orang lain tentang Indonesia Mengajar dan serba-serbi kehidupan di daerah 3T. Meski aku sendiri tahu, tidak perlulah aku merasa seperti itu. Tepat hari pertama Ramadhan tahun ini, atas ke-sok-ide-an-ku sendiri, aku ingin mulai menulis lagi. Menulis apa pun yang tiba-tiba terbersit di pikiranku, obrolan bersama teman-temanku, apa yang telah kupelajari, a

-

Bagai petir di siang hari yang begitu terik. Kabar itu hadir tepat setelah adzan Maghrib berkumandang. Membalikkan 180 °  kenikmatan es buah dan lumpia yang kamu santap untuk berbuka puasa. Menghentikan sejenak aktivitas mengecap rasa manis dan asin di lidah, berganti dengan kekakuan yang menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Kamu sudah tidak mampu mencernanya dengan jernih. Apalagi menghubungkan sinapsis satu dengan yang lain untuk menghasilkan kata-kata. "Semangat" bukan lagi tiga suku kata yang bisa kamu benarkan dan terima saat itu juga. Tidak ada banyangan. Petunjuk jalan seperti ditutup paksa bagai tempat-tempat umum selama pandemi. Kamu pun hilang arah. Yang ada hanya diam, disusul air yang mulai menetes di dinding pipimu yang mrusu , tetap tanpa suara. Mungkinkah kenyataan itu bisa dibalik saja? Semudah menengadah dan menelungkupkan kedua tangan. Akankah ada harapan? Seperti yang selalu Allah janjikan.

Kebaikan Itu...

Benar adanya, kebaikan itu menular. Entah berawal dari mana dan dilakukan oleh siapa, kebaikan-kebaikan yang aku dan kamu lakukan tidak sedikit bersumber dari inspirasi yang disebarluaskan orang-orang yang kita kenal maupun orang-orang dengan cakupan memberi pengaruh yang luas. Tanpa kita sadari, sebenarnya seluruh kebaikan di bumi Allah ini tidak ada yang berdiri sendiri. Sebuah kebaikan akan menghubungkan satu pihak dengan pihak lain, membentuk interaksi yang menggurita hingga ke pihak yang bahkan tidak pernah saling tahu, kenal, bertemu, apalagi bertegur sapa. Sungguh luar biasa, bukan? Kebaikan sesederhana bertanya kabar ternyata bisa membuat hati seseorang tenang dan bahagia, merasa ada yang memperhatikan dirinya. Apalagi kebaikan-kebaikan lainnya yang bahkan mampu menyambung hidup dan menyelamatkan nyawa makhluk-makhluk-Nya. Sejak pandemi yang memaksa kita untuk di rumah saja dan beraktivitas penuh di dan dari rumah, berbagai inovasi kebaikan mulai bertumbuh dan semakin menjamur.

MYTHOUGHT #3: ?

Pict source: wattpad.com Sampai kapan kamu mampu bertahan di sana? Sampai kapan kamu mengelak pemikiran mereka yang tak masuk di akalmu? Sampai kapan kamu terus membiarkan pertentangan bersarang dalam hatimu?  Sampai kapan kamu memendam gejolak itu tanpa kamu izinkan seorang pun tahu? Bersegeralah, kawan. Bersegeralah menemukan apa yang sesungguhnya kamu mau, yang benar-benar ingin kamu jalani. Yang membuat senyummu merekah sepanjang hari, sejak pagi hingga malam hari. Yang mengisi penuh energimu meski kamu berkutat dengannya tak kenal waktu, jarak, dan dimensi. Dan sesuai dengan fitrah dirimu, yang Allah tanamkan bahkan sebelum kamu mampu menghirup hawa langit dan bumi. Bersegeralah, kawan. Jangan sampai menunggu hingga saraf-saraf di otakmu sudah tidak mampu saling terhubung lagi. Jangan sampai menunggu kaki dan tanganmu sudah tidak kuat melangkah dan menggerakkan pena lagi. Jangan sampai menunggu matamu tertutup selaput putih yang membuat pandanganmu tak lagi berfungsi. Jangan sampa

Lelah

Pict Source: weheartit.com Lelah. Boleh, kan? Suntuk. Boleh juga, kan? Menjauh dari riuhnya kehidupan. Nah, ini! Boleh banget ya? Iya, boleh. Yeay!! Asal... Yah, ada lanjutannya. Tentu.  Asal kamu tahu kapan saatnya kembali. Asal kamu paham cara untuk kembali. Jangan terlalu lama pergi. Merindukanmu itu hal yang pasti. Apalagi Allah Yang Maha Pengasih. #latepost Sabtu, 9 Mei 2020

Ilmu Sebelum Amal

#latepost  Terdapat sebuah momen selepas Isya' dan Tarawih hari ini yang mengingatkanku pada kalimat "Ilmu sebelum amal". Kamu pasti pernah mendengarnya juga, kan? Bahkan, Imam Bukhari juga menuliskan sebuah bab tersendiri dalam kitabnya yang menyatakan "Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan". Nah, baru saja aku dan beberapa teman berada dalam (katakanlah) sebuah majelis ilmu. Kami saling berbagi satu sama lain mengenai topik tertentu yang kami sepakati untuk kami pelajari selama Ramadhan ini. Ketika seorang temanku menjelaskan dan memberikan pencerahan sejelas-jelasnya mengenai suatu topik, aku langsung menyeletuk, "Ya Allah, ternyata sebenarnya aku melakukannya dengan benar selama ini. Tapi, aku lupa atau bahkan belum tahu kenapa harus seperti ini, syarat-syarat apa saja yang ada di baliknya, dsb. Aku lakuin terus aja karena memang itu yang pernah diajarkan guruku ketika masih kecil." Pembahasan berlanjut topik demi topik hingga tiba pada sa

Makna 'Pendidikan' dan 'Belajar' yang Sesungguhnya

Beberapa saat sebelum sesi sharing pada program Cuap-Cuap Suka-Suka tentang "Belajar Bersama Anak di Rumah" bersama Miw melalui instagram live @temanbelajarbundi pagi ini, aku sengaja mengecek makna 'pendidikan' dan 'belajar' di KBBI. Sekadar memastikan bahwa makna keduanya sejalan dengan apa yang ada di dalam isi kepaku dan ingin aku bagikan ke teman-teman yang menonton.  pendidikan /pen·di·dik·an/   n  proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. belajar  /bel·a·jar / v   1  berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu:  adik ~ membaca ;  2  berlatih:  ia sedang ~ mengetik; murid-murid itu sedang ~ karate;  3  berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Pict source: Pinterest Aku cukup terkejut dan merasa kegirangan sendiri dengan apa yang kutemukan. Ternyata, dalam KBBI pun tidak ada kata s

Siapa yang Lebih Baik?

Tadi siang aku sempat melihat Instagram story teman baikku, Udin, dengan tulisan seperti ini: Kenapa banyak orang selalu menyama-nyamakan dengan yang lainnya? Kalau berbeda, seolah-olah dipaksa harus mengikuti yang lainnya. Lalu, sebenarnya dasar "lebih baik" itu apa? Pertanyaan yang langsung mengingatkanku pada sesi refleksi bersama empat teman baikku lainnya (Endah, Prima, Rochma, dan Tiara) Jumat lalu. Bisa jadi sebagian orang selalu menyama-nyamakan dengan orang lain karena sesuatu yang dianggap umum dan normal di masyarakat. Seakan-akan setiap orang juga harus berada atau menjalani hal yang umum dan normal itu. Ketika seseorang memilih jalan sendiri atau dipilihkan jalan yang berbeda oleh Tuhan, ia langsung dianggap tidak lazim, salah, dan tidak jarang mendapat tekanan dari berbagai pihak di sekitarnya. Misalnya, momen selepas kuliah. Hal yang umum terjadi di masyarakat adalah lulus kuliah lanjut bekerja. Menekuni pekerjaan yang sesuai dengan jurusan

Bentuk Perhatian-Nya

Allah itu sayang sekali ya sama kita. Selalu Ia tunjukkan perhatian-perhatian kecil sampai yang membuat kita tidak bisa berkata-kata lagi saking luar biasanya. Perhatian-Nya mengalahkan perhatian seorang Ibu kepada anaknya atau seorang kekasih kepada pasangan yang dicintainya.  Dan bentuk perhatian-Nya pun bermacam-macam. Ia izinkan kita merasakan nikmatnya sholat dengan tumakninah. Ia bangunkan kita di sepertiga malam terakhir agar bisa bertemu dan berbincang hanya berdua dengan-Nya. Ia mampukan kita untuk senantiasa berbagi dan memberikan pertolongan untuk saudara-saudara kita. Bahkan, Ia hadirkan berbagai sumber makanan bergizi, menyehatkan, dan juga enak untuk kita santap setiap hari.  Tak hanya itu, terkadang atau bahkan sering kali kita pun tak luput dari teguran-teguran-Nya. Ya, dari teguran-teguran yang sering kali kita anggap sepele sampai teguran keras yang tak jarang membuat kita terpuruk. Apakah kamu menyadari hal yang sama denganku, kalau sebenarnya Allah memberi

Dialog Zi & Ze #2: Allah Telah Menjaga Izzah dan Iffahmu

Usia mulai beranjak seperempat abad. Lingkaran pertemanan juga tidak jauh berbeda. Menjadikan sesekali obrolan kami pun tidak jauh dari topik mengenai jenjang hidup selanjutnya. Ya, apalagi kalau bukan tentang pernikahan. Bersyukurnya sahabat-sahabat terdekatku bukan termasuk orang-orang yang bisa dikatakan toxic yang suka bertanya "kapan nyusul?",  "kapan nikah?", atau "kapan sebar undangan?".  Jelas-jelas diri ini belum tahu jawabannya. Melainkan terbuka soal urusan asmara masing-masing, hingga saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.  Nyatanya, aku yang jauh lebih sering mendengarkan kisah asmara mereka dengan kekasih, calon teman hidup, atau seseorang yang ingin mengenal mereka lebih dalam. Sedangkan, aku hanya mampu melontarkan pernyataan, "Btw guys, aku jadi penasaran lho, gimana ya rasanya dicintai orang lain wkwkwk, jujur aku nggak baper, cuma penasaran aja". Sampai suatu ketika, obrolan ini berlanjut hanya berdua ber
Perjalananku sampai di titik ini merupakan akumulasi dari setiap penggal perjalanan bersama kalian. Menjadi sebab terwujudnya perjalanan-perjalanan baru sebagai akibat dari proses pembelajaran setiap waktu. Terima kasih telah menjadi kawan bertumbuh terbaik di setiap masanya.  Hingga kupahami masih banyak hal yang butuh sama-sama kita pelajari lagi untuk bekal bertumbuh di perjalanan saat ini dan selanjutnya. Selamat Hari Pendidikan Nasional untuk kita semua!  Yang pernah, sedang, dan terus berupaya memberi makna untuk pendidikan di Indonesia. Sosdev Himatekk 2014/2015 - Pengajar Tangguh ITS Mengajar For Indonesia 2015 - Tim Pemandu Ekspresi 2017 - Komunitas Sahabat Belajar - Pengajar Muda XVI Indonesia Mengajar - Guru-guru SD Kristen Bebar - Bapend Ohman Desa Bebar - IQ Education Coaches *Menyalin salah satu tulisanku di Instagram dalam memaknai Hari Pendidikan Nasional 2020.

Sudahkah Kita Berpihak pada Anak dengan Tidak Mengatakan 'Kamu Pintar'?

Sudah menjadi hal yang lazim saat seorang anak mendapat nilai 100 pada ulangan matematika atau pelajaran lainnya, lebih cepat berbicara daripada beberapa balita lainnya, menggambar dengan sangat bagusnya hingga membuat orang lain terkesima, orang-orang di sekitarnya akan memujinya dengan, "Wah, kamu pintar matematika yaa!", "Anak Mama pintar, sudah bisa bicara", "Wow, bagus sekali gambarmu, kamu pintar menggambar ya" .   Kamu pasti pernah mengalami hal yang sama, bukan? Jadi throwback pengalaman masa lalu ya. Biasanya dalam hal apa saja kamu dibilang pintar oleh orang-orang di sekitarmu, termasuk oleh orang tuamu? Aku sih saat mendapat nilai bagus pada ulangan, sholat tanpa disuruh, rajin mengaji di Taman Pendidikan Alquran, bangun pagi tanpa dibangunkan paksa, membantu Mama memasak, bahkan membantu Ayah mencuci mobil. Namun, tahukah kamu kalau sebenarnya memuji dengan kata 'pintar' itu memiliki efek yang sama dengan mengatakan 'nakal

MYTHOUGHT #2: -

Aku mengeluh. Kamu mengeluh. Dia mengeluh. Mereka mengeluh. Kita semua mengeluh. Apa yang sebenarnya kita mau? Apa yang sebenarnya kita cari?  Apa itu hidup normal? Apa itu hidup yang biasanya? Bukankah selama ini kita selalu mengeluh soal kemacetan dan bisingnya suara kendaraan, terjebak lampu merah yang begitu mengular, berdesak-desakan di KRL hingga tak bisa leluasa bergerak, keburu-buruan dalam mengejar tenggat waktu atau jadwal bis selanjutnya, dan ramainya tempat hiburan di akhir pekan? Namun, ketika saat ini Allah berikan kelonggaran kepada kita melakukan segala sesuatu di rumah tanpa semua yang sudah kusebutkan tadi, kesempatan untuk bisa memperhatikan perkembangan anggota keluarga yang selama ini hidup di jalur masing-masing, perlindungan dari bahaya tak kasat mata yang sedang terjadi di luar sana, kita masih tetap saja mengeluh. Simply we can't do what we usually do, it doesn't mean that we can complain about everything. Kita pasti bisa meliha

Are We That Expert?

Pernah nggak sih kalian merasa sudah paham banget tentang sesuatu saat baru saja mempelajarinya? Contoh sederhananya seperti akhir-akhir ini. Pasti banyak dari kita yang tiba-tiba atau memang merencanakan untuk ikut berbagai kelas online sambil mengisi waktu di rumah aja. Ada yang hanya sekali sesi, ada yang sampai beberapa kali sesi dalam sebulan.  Nah, tepat sehabis mengikuti kelas online tersebut, pernah nggak sih kalian merasa "Wah, akhirnya aku tahu dan paham tentang ini"? Dan secara sadar maupun tidak, ada sedikit perasaan bahwa kalian lebih mengerti dan lebih pintar dari teman-teman kalian yang lain. Bisa kalian jawab sendiri ya. Kalau aku pernah. Dan ternyata, berdasarkan penelitian psikolog David Dunning dan Kruger pada 1999, semua orang pasti pernah mengalaminya. Hal ini disebut sebagai The Dunning-Kruger Effect (go to this link ) , yaitu kesalahan berpikir yang menyebabkan seseorang meyakini bahwa ia lebih pintar dan lebih mampu dari pemahaman dan kemampu

Pengalaman Pertama (Lagi)

Untuk ke sekian kalinya dan baru saja menuntaskan pengalaman pertama lagi, tepat beberapa menit lalu sebelum menuangkannya di sini. Setelah seharian hectic urusan pekerjaan. Buru-buru memasak makanan dan menyiapkan takjil untuk berbuka puasa. Sering kali cek jam pada smartphone . Mengingat-ngingat kapan saja perlu memberikan informasi ke para peserta, narasumber, dan mengundang beliau ke grup.  Deg-degan menunggu narasumber yang tidak kunjung muncul saat sesi pengantar materi. Dan WOOOOSSSSSHHH!!!! Seketika semua perasaan itu tergantikan oleh senyuman yang tersimpul pada bibir. Semangat menunggu detail penjelasan dari narasumber. Ya, super detail ilmu yang disampaikan beliau. Suasana diskusi yang hidup. Interaksi narasumber-peserta yang terasa dekat tanpa sekat. Alhamdulillaah wa Maasyaa Allah... Terima kasih atas kesempatan yang Miw dan tim Teman Belajar Bundi berikan untukku belajar mengarahkan jalannya Kulwapp hari ini. Such a valuable and heartwarming experienc

Pengalaman Pertama

Sejak awal kerja dari rumah (anggap saja rumah),  aku memutuskan untuk mulai menekuni aktivitas yang hampir tidak pernah atau jarang aku lakukan. Salah satunya adalah memasak. Aku selalu ingat efek luar bisa dari "pengalaman pertama" ini. Saat menjadi Pengajar Muda di Maluku, banyak hal yang pertama kali aku lakukan di tengah proses adaptasiku di lingkungan baru. Sesederhana naik gunung, naik spit ( speed ) malam hari diterangi sinar bulan purnama, memasak bersama teman-teman/adik-adik piara, makan pisang santan, makan tombong (isi buah kelapa, kalo kata Alief namanya kentos haha), dan masih banyaaak lagi yang tidak bisa kusebutkan satu per satu. Di tengah kondisi yang baru dan berbeda dari biasanya ini, aku ingin mencobanya lagi. Aku ingin merasakan kembali sensasi "pengalaman pertama". Tertantang, deg-degan, bingung, senyum yang merekah, tidak terlupakan, yang berakhir syukur dan bahagia. Agar tidak perlu lagi mencari-cari makna bahagia di luar sana ketika

MYTHOUGHT #1: Alasan

Aku selalu percaya, setiap orang pasti memiliki alasan tersendiri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kita tidak bertanggung jawab atas alasan-alasan itu. Tugas kita hanya perlu menghargai alasan-alasan yang mereka pilih secara sadar atau pun masih dalam masa pencarian alasan yang sebenarnya. Pict source: weheartit.com Sepertiku yang memilih untuk mengurung diri di kamar. Sepertimu yang setiap hari mengunggah foto artistik di Instagram. Sepertinya yang melepas jabatan demi kembali menyatu dengan alam. Seperti mereka yang melakukan aksi damai untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Seperti kita yang terus belajar memahami kuasa Tuhan.

Jujur Terhadap Diri Sendiri

"Yes woman" menjadi salah satu label yang diberikan oleh teman-temanku dulu saat masih kuliah. Hampir seluruh ajakan, permintaan tolong, bahkan pemberian amanah dalam suatu organisasi selalu ku-iya-kan tanpa memikirkan kondisi diriku sendiri. "Tidak enakan sama orang"  kupahami sebagai alasan terbesarku masih tetap melakukannya. Pontang-pantinglah diriku selama 4 tahun lebih menjalani perkuliahan plus seabrek urusan non-akademik sejak pagi hari hingga pagi lagi.  Entahlah, aku mau melakukannya, tidak ada rasa kecewa atau menyesal karenanya. Meskipun Mama sering menyarankanku untuk lebih memikirkan diriku, tapi aku akan semakin merasa sedih dan bersalah ketika mengatakan "tidak". Teman-temanku sampai bosan mendengar kata "maaf" dari mulut seorang Zizi yang menurut mereka tidak tepat dan sama sekali tidak berguna dengan dalih bahwa aku tidak bersalah sama sekali. Hmm... tak tahukah mereka betapa muramnya diriku jika sampai ada seseorang yang

Dialog Zi & Ze #1: Bungkus Permen dan Isinya

Sore yang damai. Diiringi hujan yang menyejukkan, tidak deras, tidak juga rintik-rintik, secukupnya.  Sebuah keputusan yang tepat aku pindah kamar yang memiliki dua jendela menghadap keluar. Sirkulasi udara jadi semakin baik dan terasa segar setiap hari. Kuhirup napas dalam-dalam, bau tanah karena hujan selalu menenangkan.  Baru saja kututup laptopku, menuntaskan pekerjaan sedari tadi siang. Aku bermaksud rebahan sebentar saja sebelum bersih diri dan melanjutkan membaca buku yang baru tiba beberapa hari lalu. Nikmat Allah yang tidak mampu aku dustakan saat meregangkan seluruh tubuh di atas kasur sambil memejamkan mata, merasakan beberapa tulang beradu dan menimbulkan bunyi yang ternyata melegakan. (Nada dering smartphone -ku berbunyi). Hmm... siapa sih ini?, gumamku dalam hati. Berharap nomor tak dikenal dan aku bisa me- reject panggilannya agar bisa melanjutkan istirahatku lagi. "Eh, Ze!". Aku sontak duduk dan menggeser tombol hijau di layar smartphone -ku. &qu