Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2017

Ekspresiku.

Ekspresiku. Satu tahun sekian hari ternyata menjadi rentang waktu yang sebentar. Sangat tidak terasa kita sudah melewati masa-masa ‘bangun tidur bertemu kalian, mau tidur bertemu kalian lagi’. Yang mungkin saat ini masa-masa itu menjadi semakin berkurang karena jalan hidup kita yang sudah seharusnya mulai melangkah ke fase berikutnya. Ekspresiku. Masih teringat jelas pertama kali kita bertemu lengkap ber-12 di sebuah ruangan dingin yang terasa panas hanya karena dominansi kita masing-masing. Masih teringat jelas suasana tidak mengenakkan saat pertama kali kita rapat bersama, ditambah dengan gejolak pesta demokrasi Keluarga Mahasiswa ITS, yang untungnya kita sama-sama mampu bersikap dewasa dan menyimpan rapi tanggung jawab lain di luar kita. Namun, Ekspresiku. Entah mengapa semakin hari semakin tidak bisa aku melepaskan diri dari kalian. Awal keterpaksaan menjadi sebuah ketergantungan. Jika sebelumnya aku pernah mengatakan “bau toko buku selalu bikin candu”, sejak b

Ilmu Dulu, Lagi, dan Seterusnya

Sangat patut kita syukuri, Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang berakal. Yang mampu berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara dan bertindak. Yang mampu melihat dan memahami mahakarya Sang Pencipta meliputi seluruh jagad raya dan seisinya. Yang memiliki banyak keinginan untuk melakukan kebaikan dan menebarkan kemanfaatan bagi seluruh umat. Hal inilah yang mendasari betapa pentingnya kita berusaha mencari dan memahami ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu agama maupun duniawi. Agar tidak ada ucapan dan tindakan kita yang hanya bersumber dari nafsu saja. Agar mampu memahami dan menyebarluaskan kebenaran Allah kepada seluruh umat manusia. Agar amal ibadah kita dan manfaat yang kita berikan benar-benar dicatat Malaikat Raqib menjadi jutaan kebaikan dan benar-benar diterima oleh Allah Yang Maha Mulia. “Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” – Mu’adz bin Jabal – radhiyallahu ‘anhu, dalam Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mung

Perjuangan Menggaungkan Kebenaran

Sekitar dua minggu lalu, aku dipinjami seri pertama buku Gahzi oleh temanku, Yoga. Tetapi baru benar-benar kubaca tiga hari terakhir ini. Mungkin kalian sudah ada yang pernah mendengar, atau berencana membaca, atau bahkan sudah membacanya hingga seri terakhir. Yang aku ketahui, serial Ghazi merupakan penjelasan lebih lengkap dari kisah perjuangan umat Islam menaklukkan konstantinopel yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Al-Fatih. Dimulai dari perjuangan kakek beliau pada seri pertama dengan uapaya penaklukkan wilayah-wilayah di Eropa. Well , kali ini aku tidak bermaksud membuat resensi seri pertama buku tersebut. Tetapi selama aku membacanya, aku jadi teringat perjuangan teman-teman mahasiswa dari seluruh Indonesia yang dikoordinir oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dalam aksi memperingati 3 tahun pemerintahan Pak Jokowi-JK di depan Istana Negara hari Jumat lalu, tanggal 20 Oktober 2017. Juga aksi masa yang menolak pengesahan Perppu Ormas hari Selasa, 24 Okt

Telan Saja

Gema doa bapak-bapak yang melaksanakan Sholat Shubuh di masjid telah menggantung di udara. Kokok ayam saling bersahutan, seakan berlomba-lomba siapa yang berhasil membangunkan manusia-manusia yang masih menyelamatkan diri dari dinginnya pagi di balik selimut. Suara gesekan sandal ibu-ibu pun mulai terdengar melewati jalanan berpaving sepanjang jalan kampung, dapat dipastikan menuju tempat dijualnya sumber energi keluarga mereka hari ini. Sebuah keteraturan yang akan kita dengar lagi esok hari. Sebuah ketenangan yang menimbulkan semangat pergi bekerja dan bersekolah di pagi hari. Seharusnya, pagi hari selalu menjadi pagi yang memberikan aroma hormon antokalin yang memuculkan ketenangan tersendiri. Sayangnya, tidak untuk pagi ini. Dari sekian ribu pagi yang ia alami, pagi ini menjadi pagi yang sangat ingin ia hindari. Pagi yang sangat tidak ingin ia lalui. Rasanya, ingin ia kembali ke malam hari dan berpindah ke lain tempat, hanya untuk menemukan keteraturan pagi har

Entahlah.

Wahai jiwa yang tak kunjung menemui jeda. Apa yang membuatmu resah? Apa yang membuatmu gelisah? Hingga kau tak mampu temukan ketenangan yang mengalir ke sekujur sukma. Entahlah. Yang ku tahu hanya debar yang tak kunjung reda. Yang memberontak hebat di dalam dada. ZIR

Perkara Menata Hati

Ternyata, menata hati tidak selalu soal menjaga hati dan diri ini agar tidak terlalu jatuh padanya. Ternyata, kian lama semakin aku pahami bahwa menata hati juga soal bagaimana hati ini selalu terpaut pada-Nya. Ternyata, perkara menata hati masih tidak mudah dilakukan oleh kebanyakan orang, ya termasuk saya.  Setiap hari memohon kepada Allah agar diberi kesabaran seluas-luasnya. Saat diberi cobaan yang hanya sekecil butiran pasir, amarah yang keluar sangat luar biasa. Mengadu ke sana kemari seakan-akan diri ini yang mendapat ujian paling menyusahkan sejagat raya. Wahai hati, maumu bagaimana? Setiap hari memohon kepada Allah agar selalu bisa meluruskan niat dalam melakukan segala sesuatu. Namun, saat menulis di media online yang bisa diakses siapa saja, upload foto dan video di media sosial, berujung pada hasrat mendapat pujian darinya. Padahal semua yang diunggah tidak seberapa bermutu dan bisa jadi tidak ada yang memperhatikan secara detail satu per satu. Wahai hati, maumu ba

Ijinkan Aku Bersedih, Ya Allah

Tak terasa sudah sekian minggu dari waktu wisuda 116 ITS. Ribuan wisudawan yang kini menjadi alumni telah dan sedang berjuang menggapai masa depan, berusaha menemukan tempat yang diberkahi Allah sebagai tempat terbaik untuk menebarkan kemanfaatan selepas kuliah. Termasuk aku dan teman-temanku.  Hal ini berarti bahwa satu per satu dari kami mulai pergi meninggalkan kampus perjuangan dan kota pahlawan yang mungkin sudah sangat melekat dalam memori kami. Kenangan menjalani kuliah bersama-sama, susah senang berjuang menyelesaikan amanah-amanah yang diemban, canda tawa yang menyenangkan dan mempererat persaudaraan. Mungkin sebentar lagi atau bahkan mulai detik ini, semua itu akan menjadi bahan obrolan kami saat bertemu lagi suatu hari nanti, atau menjadi bahan cerita kami kepada anak-anak kami kelak, atau mengendap bersama kepingan-kepingan memori lain menjadi pengingat dan pelajaran tersendiri sebagai bekal mengarungi luasnya lautan hidup yang belum kami ketahui ujungnya. Allah, i

Travel to Semarang, Why Not?

Assalamu'alaikum :) Beberapa waktu lalu, aku menulis tentang pengalamanku mengikuti Future Leader Summit 2017 di Kota Semarang, Jawa Tengah. Nah, sebenarnya sejak bulan Agustus, aku sudah merencanakan agar bisa tiba di Semarang H-1 acara dan kembali ke Surabaya H+1-nya. Mengapa? Sejujurnya, agar aku bisa mewujudkan keinginanku untuk berlibur ke luar kota hehe . Efek memiliki orang tua yang overprotective terhadap anaknya, membuatku harus bisa mengambil kesempatan berlibur saat mengikuti acara-acara tertentu di luar kota. Sambil menyelam minum air ceritanya hehe . Memesan tiket kereta ekonomi Maharani yang murah (Rp110 ribu PP Surabaya-Semarang) dengan jadwal berangkat Hari Jum'at pagi dan pulang Hari Senin siang, Alhamdulillah akhirnya aku bisa benar-benar merasakan jalan-jalan menikmati tempat-tempat wisata di Kota Semarang yang sebelumnya hanya bisa aku lihat di televisi, di internet, dsb,  yeay :D Jalan-jalanku tidak sendirian. Hari Jumat, aku berkeliling Kota Sem

Selamat Jalan, Pak Kholil!

“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya  kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu yang akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” – Q.S. Al – Jumu’ah Ayat 8. Setiap yang bernyawa pasti akan mati, termasuk manusia. Sesuai dengan ayat tersebut, tak seorang pun mampu lari dari dari ketetapan Allah atas batas waktu roh manusia melekat di tubuhnya. Andai pun salah seorang dari kita bersembunyi di ruang bawah tanah dengan pengamanan super lengkap, tidak akan bisa menghindar dari pertemuan dengan Malaikat Izrail yang diutus oleh Allah untuk mencabut nyawa kita. Bukankah memang tubuh ini bukan milik kita? Bukankah memang sebenarnya kita tidak memiliki apa-apa? Penglihatan, pendengaran, kecantikan, ketampanan, harta, dan semua hal yang melekat pada diri kita, bukankah semua itu hanyalah titipan Allah yang pada waktu yang ditentukan-Nya akan dimi

Alhamdulillah Wisuda..

Lagi-lagi rasa syukur yang tak boleh henti kuucapkan kepada Allah atas nikmat-Nya yang terus menerus mengalir kepadaku, padahal tak setiap waktu aku benar-benar mengingat-Nya, godaan duniawi sungguh sulit kusingkirkan. Tetapi Allah selalu baik sekali, bahkan memberikanku kesempatan yang luar bisa untuk bisa menambah dua huruf S dan T di belakang namaku. Sekarang jadi setara dengan Ayah dan Mama ya, Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin  :) Entah mengapa sudah tidak mampu berkata-kata lagi. Intinya sangat-sangat berterima kasih kepada semua pihak yang saling menguatkan dalam berjuang menempuh jalan ini, yang tak henti mendoakan setiap sholat lima waktu dan di sepertiga malam terakhir, yang mewarnai setiap hariku sehingga tidak membuatku jenuh mengurus larutan-larutan dan perhitungan quaterner yang ber- file-file nan ber- sheet-sheet di Ms. Excel -ku. Terima kasih, terima kasih, terima kasih banyak..  May Allah always guide and protect us on every single step we take . Aamiin..