Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Nyala Merah Putih dalam Darah Anak-Anak SDK Nyama

Hari Sabtu, 26 Mei 2018 lalu, kami berdelapan diajak Kak Paul jalan-jalan (lagi). Bukan ke Pantai Nyama yang berpasir putih bersih, indah, dan terasa begitu menenangkan seperti jalan-jalan sore satu minggu sebelumnya. Sore itu, kami diajak ikut mengajar anak-anak bersama Kakak-kakak penggerak lainnya, sebut saja Kak Chossy, Kak Vonda, Kak Neny, Afif, Luki, dan Akbar di SD Kristen Nyama, Desa Klis, sebuah desa yang kami lewati juga saat menuju Pantai Nyama. Desa tersebut kami tempuh sekitar 1,5 jam perjalanan menggunakan mobil dan pick up dari Ibukota Kabupaten Maluku Barat Daya, Tiakur. Sebuah desa kecil yang sangat sederhana dengan mayoritas rumah kayu beratap daun tertentu yang aku lupa namanya. Hanya pagar beton yang membatasi desa tersebut dengan bibir lautan Samudera Hindia yang menghadap ke benua Australia.  Well , kali ini bukan tentang kegiatan belajar mengajar  seru yang kami lakukan bersama-sama yang ingin aku ceritakan. Bukan tentang kondisi fisik anak-anak yang memang

Menengok Sebuah Keindahan Abadi di Bumi Kalwedo

Hallo 🙋 Maukah kalian kuceritakan sebuah keindahan abadi di tengah garis batas laut dan daratan Pulau Moa? Semua berawal dariku dan ketujuh temanku yang berusaha menengok ke belakang, memandang lurus searah punggung kami yang bertuliskan Indonesia Mengajar. Menyelami perjalanan Pengajar Muda Angkatan XIV Maluku Barat Daya satu tahun terakhir. Perlu diketahui bahwa ruang lingkup kami, Pengajar Muda, untuk 'bertumbuh' tidak hanya di desa penempatan, tetapi hingga lingkup kabupaten. Dan beberapa hari lalu, untuk pertama kalinya kami dipertemukan dengan manusia-manusia keren yang selalu bersedia memberikan diri mereka seutuhnya untuk orang-orang di sekitar mereka. Terutama untuk manusia-manusia terpolos di bumi Allah. Siapa lagi jika bukan anak-anak. Ya, manusia-manusia keren yang mengisi warna-warni kehidupan Kakak-kakak kami satu tahun ke belakang. Memberikan pelajaran tersendiri yang tidak didapatkan di tempat lain. Jadi, melalui sebuah wadah yang dinamakan Forum

Menatap Asa di Bumi Kalwedo

Deru mesin dan getaran pesawat saat tepat akan mendarat membuatku terbangun dari istirahat singkat dalam serangkaian perjalanan menuju Tiakur, Pulau Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya. Setengah sadar aku melihat ke arah luar jendela, terhampar rerumputan hijau luas seperti permadani yang sayangnya terjal. Dan baru benar-benar tersadar saat turun dari pesawat, dihempas angin kencang yang cukup menggoyahkan pijakan kaki di landasan udara, bahwa untuk pertama kalinya gadis yang jarang bisa bepergian ke mana saja ini melangkahkan kaki di salah satu tanah di wilayah timur Indonesia. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.. Nikmat Allah mana yang mampu aku dustakan? Sesaat setelah turun dari Pesawat Trigana di Bandara Pulau Moa (dari kiri:Udin - Klaudia - Falah - Ayu - Zizi - Ika - Tuti - Akbar) Tidak hanya itu, sesaat aku dan teman-teman kebingungan tidak tahu harus ke mana di bandara yang kami rasa seperti gedung perkantoran biasa, kami tersadarkan oleh tulisan “Selamat Datang PM XVI di Bu

Waktumu Tinggal Seminggu

Sekitar jam 11 kurang tadi malam, ada yang mencolek lenganku, mengajakku segera menemaninya tidur. Takut tidur sendirian katanya, habis baca cerita horor. Singkat cerita, malah aku sendiri yang tidak bisa segera terlelap. Padahal lampu sudah aku padamkan, kipas angin sudah aku set seperti biasa, selimut sudah aku kenakan dengan nyaman, doa sebelum tidur juga telah aku ucapkan lirih. Namun, berbagai pikiran rupanya melintas dalam kepalaku tanpa permisi. “Sa, nanti kalau aku ndak ada, kamu berani tidur sendirian, kan?” Yang ditanya tidak menjawab. “Sa..??” Oh, sudah tidur ternyata. Tidak ada yang diajak bicara. Jadilah berbagai pikiran semakin tidak tahu malu melintas di kepalaku. Kamu tidak merasa pihak Indonesia Mengajar salah pilih kan, Zi? Lihatlah, Calon Pengajar Muda XVI yang lain keren-keren. Prestasi mereka lebih banyak dari yang sudah kamu raih. Kontribusi mereka lebih berdampak nyata dari yang sudah kamu lakukan. Sempat berpikir begitu, merasa diri sendiri b

Udah Nggak Main Instagram, Zi?

Tanya beberapa orang.. “Kamu sudah nggak main Instagram ya, Zi?” “Zii, kok nggak bales DM-ku?” Kataku.. “Rek, kalau ada kabar-kabar penting di story orang, kabari ya. Contohnya waktu si A sakit.” “Maaf yaa, baru buka Instagram. Jadi ndak tau kamu mention aku bahas apa di story-mu.” *** Pict source: id.techinasia.com Yap, sejak tanggal 20-an Desember 2017 lalu, aku memilih mengurangi bermain Instagram, salah satu media sosial yang hingga Januari 2018 mencapai 800 juta pengguna di dunia dan Indonesia merupakan negara ke-3 dengan jumlah pengguna aktif terbesar setelah Amerika Serikat dan Brazil (baca informasinya di sini ). Wow!! Dan beberapa minggu setelah itu, muncul pertanyaan dari beberapa temanku sesama pengguna Instagram yang kebetulan mention akunku di story mereka, dengan pertanyaan yang hampir sama satu sama lain dengan dua kalimat pertanyaan yang kusebutkan di atas. Pastinya, mereka menanyakanku melalui media lain, kan waktu itu aku tidak buka I

Sahabat Belajar, Satu Langkah Kecil untuk Kebaikan Indonesia

Berawal dari ajakan Endah untuk ikut mengajar anak-anak kecil lagi di salah satu kampung binaan organisasi kerohanian Islam kampusku sekitar bulan Mei 2017 lalu, tepatnya di sebuah kampung marjinal daerah Keputih Tegal Timur Baru, Surabaya, yang biasa kami sebut dengan Keputih Tinja karena letaknya dekat dengan tempat pengolahan tinja milik pemerintah, kami berempat memulai perjuangan ini. Malam itu, pertama kalinya aku bertemu dengan Dika. Dari awal bertemu, fisik Dika terlihat sangat baik-baik saja. Namun, aku merasa ada yang berbeda saat aku mengajaknya belajar angka dan huruf. Dika yang saat itu sudah berumur 9 tahun dan sedang menempuh pendidikan kelas 1 SD, belum bisa membaca sama sekali. Membedakan huruf yang ada di hadapannya sangat sulit. Memahami angka hanya sebatas angka 1-10 dan seringkali masih terbolak-balik. Selain itu, seringkali aku menemukannya kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, mengoceh tidak jelas, merasa terusik hingga langsung membentak dan memukul teman-tem

Ayah

Izinkan aku mengatakan bahwa hingga saat ini, Ayahku-lah satu-satunya laki-laki paling romantis yang aku temui. Tidak dapat aku pungkiri, Ayah termasuk orang yang berwatak keras, tegas, sering kali memaksakan kehendak kepada Mama maupun kedua anak perempuannya. Namun Ayah juga tidak jarang menunjukkan kelembutan hatinya bagai karakter Hello Kitty. Sejak aku kecil, Ayah yang selalu mengantarkanku mendaftarkan sekolah. Pernah waktu itu Ayah mengajakku mendaftarkan diri ke salah satu SD terbaik di kotaku meskipun seingatku sudah melewati batas waktu pendaftaran dan Kepala Sekolah mengaku bahwa kuota sudah penuh. Namun, Ayah tetap memperjuangkan agar aku dapat diterima di SD tersebut, dengan menunjukkan prestasi-prestasi yang telah aku raih selama aku TK. Ayah yang mengantarkanku mendaftarkan diri ke SMA di Bangil dan di Surabaya. Ayah yang selalu menemaniku menjalani proses seleksi di dua sekolah tersebut. Meskipun Ayah harus tukar shift kerja bahkan sempat pula mengambil jat

1 Minggu, 2 Pulau dan 2 Seleksi Terlampaui

Senin, 12 Februari 2018 Di dalam bus, perjalanan pulang dari Surabaya ke Pasuruan. Z: “Mas Acay, kekhawatiranku beneran terjadi. Jadwal Final Interview UOI (PT. Unilever Oleochemical Indonesia) tanggal 21-22 Februari. Sedangkan, jadwal Direct Assessment Indonesia Mengajar-ku tanggal 22 Februari.” A: “Wah, sulit itu. Perjalanan dari Surabaya ke Sei Mangkei 1 hari sendiri lho. Dan nggak boleh ada perjalanan di atas jam 4 sore.” Di rumah. Z: “Ayah, jadwal Final Interview UOI sudah keluar. Aku minta tanggal 21 Februari aja. Minta dipesankan tiket pesawat langsung ke Jakarta sore/malam harinya juga. Tanggal 22-nya seleksi Indonesia Mengajar di Jakarta. Aku sudah bilang Mbak Atin mau bermalam di kosannya.” A: “Lho, kamu ndak bisa kayak gitu! Kalau jadwal dari mereka 2 hari ya ikuti dulu. Merugikan diri kamu sendiri itu.” Z: “Ndak, aku sudah bilang minta interview tanggal 21 Februari aja dan kata HR-nya boleh, nanti interview-ku bisa dijadwalkan di awal. Aku mau ikut seleksi

#randomtalk: Alhamdulillah, Bahagia :)

Bisa jadi, arti bahagia bagi beliau-beliau begitu sederhana. Bahagia mendapatkan sebungkus nasi dan segelas air mineral sebagai asupan makanan sebelum seharian mengayuh becak. Pun arti bahagia bagi kami. Bahagia melihat tawa beliau-beliau yang merekah. Bahagia atas kesempatan untuk merasakan indahnya berbagi. Alhamdulillah, bahagia :) *** Seringkali kita menanyakan sumber kebahagiaan di setiap perjalanan hidup kita. Seringkali kita malah mencari sumber kebahagiaan di tempat-tempat lain yang sangat jauh dari lingkungan sekitar kita. Tak jarang pula kita menampik rasa bahagia yang sejatinya telah ada di dalam diri kita. Indikator kebahagiaan manusia saat ini banyak bergeser ke hal-hal yang memerlukan pengorbanan lebih banyak, termasuk berkorban harta, waktu luang, bahkan tak jarang nyawa. Barangkali sebenarnya terkadang kita tidak perlu melangkah sangat jauh dan mengorbankan banyak hal untuk merasa bahagia. Cukup mendengarkan dan melihat diri kita lebih dalam. Karena

#randomtalk : Jurnal Harianku

Tadi siang, aku membuka kembali beberapa jurnalku yang berisi catatan perjalanan hidupku sejak SMA hingga kuliah tahun ketiga. Ya, entah sejak kapan pastinya, intinya sejak aku tinggal terpisah dari orang tuaku dan mengalami beberapa permasalahan saat itu, aku lebih banyak menorehkan kisah hidupku di lembaran-lembaran jurnal harian tersebut daripada menceritakan hal-hal kurang mengenakkan yang terjadi pada hidupku ke orang tuaku. Namun, jangan samakan dengan buku harian yang banyak curhatan di sana sini ya. Karena aku tidak bermaksud membuat jurnal yang seperti itu. Jika kalian membukanya, tidak sedikit berbagai warna, quotes , pelajaran hidup, catatan materi pelatihan dan kajian, things to do , dan lain sebagainya yang aku torehkan di setiap lembarnya.  Awalnya aku hanya bermaksud mencari catatan mengenai pelatihan pengajaran kreatif. Namun, semacam ada magnet yang menarikku untuk membaca ulang tulisanku sejak beberapa tahun silam. Huruf demi huruf aku telusuri, baris demi ba

Ketetapan Terbaik

Pictured by Dimas or Didit *I don't know exactly, hehe* Bukankah tidak ada yang lebih menyedihkan dari berhenti berharap atau kehilangan harapan? Namun, perlu kita ingat pula, tetaplah Allah satu-satunya Sang Pemberi Ketetapan terbaik atas seluruh harapan kita.  Maka, bukankah akan lebih baik lagi jika kita memohon untuk selalu diberi kesabaran, kekuatan, keikhlasam, dan kemampuan berlapang dada atas segala ketetapan terbaik dari-Nya?  Jika tidak, jangan pernah salahkan Allah jika pada akhirnya kita kecewa atas angan-angan ketetapan terbaik yang kita buat sendiri.  Sungguh, itu bukan karena Allah tidak menyayangi kita.  Kita saja yang belum memahami sejauh mana tangan Allah bekerja. #ntms ZIR

Hmm..

Seketika, pertanyaan ini menyergapku. Selama ini kamu mengajar anak-anak kecil memang  benar-benar  berniat untuk membantu mereka atau tidak? Kamu menjadi Staff Sosdev, bahkan jadi PIC Sekolah Inspirasi, ikut mengajar adik-adik di kampung binaan ormawa-ormawa lain, 3 minggu mengabdi di Probolinggo, bahkan sekarang mulai merintis Komunitas Sahabat Belajar untuk anak-anak marjinal di Surabaya, memang  benar-benar  berniat  tulus untuk membantu mereka atau sekedar memenuhi kepuasan diri atas 'ketagihan' bertemu, bermain, dan belajar dengan mereka? Pertanyaan itu ditujukan untukku, kok. Bukan untuk kamu, bahkan kalian. #ntms ZIR

Ternyata, semenyenangkan itu ya memiliki teman :)

Yuk, ucapkan "Terima kasih" kepada teman-teman kita. Tanpa mereka, hidup kita bakal flat, bukan? Tanpa mereka, tidak akan ada pembicaraan anak muda dengan idealisme setinggi puncak Jaya Wijaya (atau mungkin lebih tinggi, hehe) . Tanpa mereka, mana mungkin kita bisa melanglang buana menyusuri berbagai sudut di kota perantauan. Tanpa mereka, bukankah kita sering merasa kesepian? Mengaku saja :D Memang semenyenangkan itu ya rasanya memiliki teman. Hai, teman-temanku. Apa kabar kalian? Hehe. *foto ini hanya sebagai perwakilan dari banyaknya foto dengan teman-temanku selama ini. Nanti malah  spamming kalau aku upload banyak foto, hehe. #randomtalk ZIR

Berbisnis Ala Rasulullah

Kita semua menyadari bahwa perkembangan bisnis saat ini sudah seperti debu yang bertebaran ke berbagai arah. Berbagai kegiatan jual beli pasti terlihat di banyak tempat di perkotaan maupun pedesaan. Di tempat terpencil sekalipun, setidaknya minimal ada sebuah transaksi jual beli walaupun hanya dilakukan secara barter. Terlebih lagi, perkembangan teknologi menyebabkan kegiatan bisnis bisa dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja, bahkan oleh seorang anak SD sambil rebahan di atas tempat tidurnya, tidak selalu terlihat oleh kebanyakan orang di luar sana. Aku sendiri bukan seseorang yang tertarik menggeluti dunia bisnis. Sempat waktu itu bergabung dalam tim bisnis yang diinisiasi temanku, namun hanya bertahan sekian waktu dan malah mengajukan resign tepat setelah mengikuti kompetisi Pekan Mahasiswa Wirausaha sekitar 4 tahun lalu. Parah ya, tolong jangan ditiru. Dan beberapa hari lalu, salah satu sahabat SMP-ku yang kini sedang menjalani kesibukan dokter mudanya di Surabaya, malah

Kita Harus Kaya. Iya, Umat Islam Harus Kaya.

"Sekarang belanja tiap hari mesti habis Rp xx ribu, Kak. Ndak cukup Rp xx ribu kayak biasanya. Harga A naik, biasanya Rp3.500,-, sekarang jadi Rp5.000,-. Harga B naik. Harga C juga naik. Semuanya naik." Aku tidak menanggapi secara langsung keluhan Mama pagi itu. Sangat paham kalimat lanjutan yang akan diucapkan beliau jika membicarakan mengenai sesuatu yang tidak luput dari pembicaraan ibu-ibu, 'perekonomian dasar' yang menyangkut hidup setiap manusia di setiap sudut rumah, kebutuhan primer yang menentukan setiap hari kita mampu menjalani hari dengan segar bugar atau malah teronggok lemas dengan perut melilit menahan lapar. Pikiranku melanglang buana menuju sebuah kesimpulan yang boleh kalian setujui atau tidak. Karena kesimpulan ini murni dari pendapatku seorang diri, belum kudiskusikan dengan siapapun, termasuk seseorang yang menyebabkanku mengakhirkan pikiranku pada kesimpulan ini. Entahlah, bahkan bisa jadi suatu saat aku berubah pikiran. Atau bisa jadi aku