Skip to main content

Kembali

Hari ini tepat hari ke-5 aku mandeg menulis dan publish tulisanku di blog. Dan baru detik ini, saat aku mengetikkan satu per satu kata inilah aku mulai kembali.

Awal aku bertekad menghidupkan lagi platform yang sudah sekitar dua tahun lebih usang sebenarnya bukan untuk apa-apa atau siapa-siapa, melainkan untuk diriku sendiri. Ya, sebelumnya aku pernah mengikuti tantangan menulis pengalaman menjadi Pengajar Muda selama 19 hari di Instagram, sekaligus meramaikan momen pendaftaran Pengajar Muda Angkatan 19. Sayangnya, aku tidak mampu bertahan sampai akhir. Ada perasaan harus menulis yang bagus, menarik, dan mampu memenuhi rasa penasaran orang lain tentang Indonesia Mengajar dan serba-serbi kehidupan di daerah 3T. Meski aku sendiri tahu, tidak perlulah aku merasa seperti itu.

Tepat hari pertama Ramadhan tahun ini, atas ke-sok-ide-an-ku sendiri, aku ingin mulai menulis lagi. Menulis apa pun yang tiba-tiba terbersit di pikiranku, obrolan bersama teman-temanku, apa yang telah kupelajari, atau hasil refleksi pribadi dan bersama. Konsisten menulis satu tulisan setiap hari hingga malam Syawal tiba. Tidak peduli ada yang membacanya atau tidak. Tulisanku bisa dikatakan bagus, menarik, atau dirasakan manfaatnya oleh siapa saja atau tidak. Benar-benar hanya untuk diriku sendiri, sebagai dokumentasi atas isi kepalaku yang sering kali seperti benang tak beraturan dan butuh orang lain untuk bersama-sama menariknya lurus. Itu rencanaku, yang ternyata di tengah perjalanan ada saja kerikil, jalan berlubang, pohon tumbang, dan batu besar yang membuatku tidak bergerak. 

Akhirnya kusadari, semua itu ternyata atas kemalasanku sendiri yang tidak rajin menyapu jalan sehingga kerikil semakin bertambah dari serpihan tanah di bahu kanan dan kirinya. Mobil yang kukendarai kuisi beban terlalu berat melebihi ketentuan yang diperbolehkan. Bagaimana tidak membuat jalan berlubang? Aku pun membiarkan penebang pohon dari kota yang jauh di sana menghabisi pohon-pohon besar yang sudah turun-temurun keluargaku jaga dengan baik. Bahkan, sejak dulu batu besar itu memang terletak di situ, tetapi baru kali ini saja aku menggerutu tidak karuan dan bukannya mencari bala bantuan untuk memindahkannya ke tanah kosong sehingga tidak perlu mengambil jalan memutar bukit.

Sebegitu menantangnya menyelesaikan misi pribadi yang bahkan tidak ada hubungannya dengan seorang pun. Terlebih menjaga kata "konsisten" untuk selalu ada, berjalan, dan bergandengan tangan bersama sampai akhir. Namun, ketika tiba-tiba terhenti dan hanya mampu berjalan di tempat atau berdiam diri karena beberapa hal tadi, bisa jadi merupakan sebuah momen yang sebaiknya patut disyukuri, bukan disesali. Terkadang jeda menjadi sebuah nikmat atau malah pengingat dari Tuhan untuk kita bisa kembali ke diri sendiri, menyelami isi hati dan pikiran dengan lebih bebas dan dalam lagi.

Pict source: Pinterest
Pict source: Pinterest

Selamat kembali, Zizi!

Comments