Tanya beberapa orang..
“Kamu sudah nggak main Instagram
ya, Zi?”
“Zii, kok nggak bales DM-ku?”
Kataku..
“Rek, kalau ada kabar-kabar
penting di story orang, kabari ya. Contohnya waktu si A sakit.”
“Maaf yaa, baru buka Instagram.
Jadi ndak tau kamu mention aku bahas apa di story-mu.”
Pict source: id.techinasia.com |
Yap, sejak tanggal 20-an Desember 2017 lalu, aku memilih mengurangi
bermain Instagram, salah satu media sosial yang hingga Januari 2018 mencapai
800 juta pengguna di dunia dan Indonesia merupakan negara ke-3 dengan jumlah
pengguna aktif terbesar setelah Amerika Serikat dan Brazil (baca informasinya di sini).
Wow!! Dan beberapa minggu setelah
itu, muncul pertanyaan dari beberapa temanku sesama pengguna Instagram yang
kebetulan mention akunku di story mereka, dengan pertanyaan yang
hampir sama satu sama lain dengan dua kalimat pertanyaan yang kusebutkan di
atas. Pastinya, mereka menanyakanku melalui media lain, kan waktu itu aku tidak buka Instagram hehe.
Kenapa?
Pertanyaan itu selalu menjadi pertanyaan selanjutnya. Well, jujur aku capek. Iya, capek main
Instagram. Meskipun aku tidak menjadikan Instagram sebagai media sosial pertama
yang aku buka saat aku menggunakan handphone-ku.
Aku juga bukan termasuk pengguna Instagram yang rajin update post terbaru. Aku pun memilih dan memilah melihat story orang-orang tertentu yang dekat
dan sangat dekat denganku, ditambah official
account tertentu. Tapi entahlah, aku capek.
Aku merasa waktuku banyak terbuang dengan scroll timeline di Instagram. Juga terkadang merasa tidak ada
gunanya melihat story orang-orang
yang menurutku berisi konten yang tidak perlu disebarluaskan kepada khalayak
umum. Aku merasa terjebak dengan sebuah gaya hidup yang terlalu banyak
memperhatikan kehidupan orang lain yang bisa jadi membuatku dan mungkin juga
kalian merasa kurang bersyukur atas apa yang telah dititipkan Tuhan kepada
kita, pun bisa jadi membuatku dan mungkin juga kalian semakin tidak aware dengan lingkungan nyata di sekitar
kita, sebuah panggilan adzan
misalnya, atau panggilan Mama yang meminta tolong memasukkan benang ke dalam
jarum.
Saat aku membicarakan hal ini dengan 2 temanku, sebutlah Kevin dan
Miw, ternyata mereka juga merasakan hal yang sama (eh, iya kan rek? Hehe). Kevin yang saat ini sedang mendalami riset
mengenai investigasi informasi hoax
mengatakan bahwa “Instagram itu isinya hoax
semua ya, Zi”. Bahkan beberapa hari lalu dia juga menyampaikan bahwa dia
ingin uninstall Instagram di handphone-nya. Bagaimana dengan Miw? Dia
bahkan pernah merasakan kegalauan memilih untuk uninstall Instagram atau tidak.
Miw merasa bermain Instagram juga lebih banyak menimbulkan hasad (iri hati, dengki). Bahkan, Miw yang memberitahukanku bahwa
Instagram merupakan media sosial yang paling tidak sehat (baca salah satu
artikel tentang hasil penelitian tersebut di sini).
Aku tidak memungkiri bahwa banyak hal positif yang bisa kita peroleh
dan kita lakukan melalui Instagram. Kita bisa lebih termotivasi melalui
tulisan-tulisan orang-orang yang inspiratif. Kita bisa memperoleh banyak
informasi positif mengenai perkembangan apapun saat ini. Kita bisa belanja
barang-barang secara online yang
jujur saja sangat memudahkan kita. Kita bisa mengetahui berita-berita terbaru
dari belahan dunia lain secara cepat. Kita bisa melakukan galang dana untuk
kegiatan sosial kita. Kita bisa menyebarkan positive
vibes juga kepada followers kita
melalui tulisan-tulisan, video-video, semua hal baik yang kita lakukan. Iya,
kita bisa mendapatkan dan menebarkan hal-hal positif melalui Instagram. Dan itu
harus. Karena sekarang ini, hal-hal positiflah yang seharusnya viral di media sosial manapun termasuk
Instagram, yang mampu memberikan hal positif kepada banyak orang dan menggerakkan
mereka untuk melakukan hal positif juga, agar mampu menutupi hal-hal negatif yang
khawatir akan dijadikan contoh oleh banyak orang.
Tapi kenapa kamu memilih tidak main Instagram, Zi? Padahal sudah tahu
banyak hal positif yang bisa didapatkan dan dibagikan melalui Instagram.
Well, seperti yang sudah aku
katakan tadi, untuk saat ini aku capek main Instagram, titik. Entah esok hari atau
beberapa waktu ke depan, bisa jadi aku berubah pikiran karena sesuatu hal atau
masih tetap tidak begitu antusias membuka Instagram. Dan sebenarnya aku belum
benar-benar berhenti main Instagram, aku hanya berusaha sangat mengurangi. Dan
sekali aku membuka Instagram, aku memutuskan scroll timeline sekilas, tidak membuka story orang-orang kecuali story
official account komunitas, NGO, atau lembaga tertentu yang 100% aku yakin
bisa mendapatkan hal positif dari story mereka.
Aku hanya membuka profil beberapa penulis favoritku, official account komunitas/NGO/lembaga tertentu, dan orang-orang
tertentu yang aku tahu selalu menyebarkan positive
vibes melalui post mereka. Tidak
lupa, aku tetap cek apakah ada follower(s)
baru, karena aku tetap ingin menghargai orang-orang yang aku kenal dengan follow back mereka. Dan pastinya, cek direct message juga, bisa jadi ada pesan
yang sudah terlalu usang namun belum kuketahui dan kubalas akibat kebiasaanku
yang jarang buka Instagram.
Dan ada satu cara lain yang berhasil membuatku jarang membuka akun
Instagramku. Jadi, bulan Januari lalu, aku mengajukan diri menjadi admin official account
@komunitassahabatbelajar, komunitasku dan ketiga temanku yang berfokus pada
kegiatan penunjang pendidikan dan pengembangan diri anak-anak marjinal di
Surabaya (cerita tentang komunitasku ada di post
sebelum ini). Sekalian deh membawa
misi pribadi terselubung haha. Dan
aku sengaja follow
komunitas-komunitas dan NGO di Surabaya dan kota-kota lain di Indonesia yang
bergerak di bidang sosial. Jujur, dengan begitu aku mendapat semakin banyak hal
positif dan wawasan baru, yang tidak hanya berguna untuk diriku sendiri, tetapi
juga bisa aku bagikan ke teman-teman sekomunitasku serta berusaha mengadaptasi
beberapa hal baik dari mereka untuk diterapkan di komunitasku juga.
***
Menurutku, mau main atau tidak main Instagram, itu semua menjadi
pilihan kita masing-masing. Mohon maaf jika tulisanku kali ini bisa jadi menyebabkan
hard feeling bagi pengguna setia
Instagram. Aku hanya ingin menyampaikan, yuk lebih bijak dalam menggunakan media
sosial, termasuk Instagram! Jangan sampai pengunaan media sosial menyebabkan
kita goyah akan prinsip hidup yang kita pegang. Jangan sampai kita terpengaruh
hal-hal negatif yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bijak dalam
menggunakan media sosial mereka. Jangan sampai media sosial membuat kita
menjadi sosok lain yang bukan sebenarnya diri kita.
Selain itu, aku juga percaya bahwa kebaikan itu menular. Yuk sama-sama
menularkan kebaikan ke seluruh penjuru dunia dengan ekspresi positif, ekspresi
kebaikan, melalui media sosial kita, tidak terkecuali Instagram! Agar dapat membuat
orang lain melakukan ekspresi positif juga dan semakin tergerak untuk
menebarkan ekspresi positif seperti yang kita lakukan. Bisa jadi, ekspresi
positif/kebaikan kita bisa menyadarkan banyak orang untuk lebih bijak dalam
menggunakan media sosial. Sekaligus untuk menabung saham surga, insya Allah. Bukankah Malaikat Raqib
akan mencatat kebaikan yang kita lakukan walau seberat zarah? :)
#randomtalk
ZIR
Comments
Post a Comment