“Katakanlah: “Sesungguhnya
kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
yang akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang
nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” – Q.S. Al
– Jumu’ah Ayat 8.
Setiap yang bernyawa pasti akan mati, termasuk manusia. Sesuai dengan
ayat tersebut, tak seorang pun mampu lari dari dari ketetapan Allah atas batas
waktu roh manusia melekat di tubuhnya. Andai pun salah seorang dari kita
bersembunyi di ruang bawah tanah dengan pengamanan super lengkap, tidak akan
bisa menghindar dari pertemuan dengan Malaikat Izrail yang diutus oleh Allah untuk
mencabut nyawa kita.
Bukankah memang tubuh ini bukan milik kita? Bukankah memang sebenarnya
kita tidak memiliki apa-apa? Penglihatan, pendengaran, kecantikan, ketampanan,
harta, dan semua hal yang melekat pada diri kita, bukankah semua itu hanyalah
titipan Allah yang pada waktu yang ditentukan-Nya akan diminta kembali
oleh-Nya? Bahkan, jantung, paru-paru, organ-organ vital lain yang membuat tubuh
ini mampu bergerak melakukan hal apapun, bukankah semua itu hanyalah pinjaman
dari Allah? Sungguh, kita tidak memiliki apapun di bumi Allah ini, walau setitik
darah yang mengalir dalam nadi.
***
Kenapa tiba-tiba aku membahas soal kematian?
Innaalillaahi wainnaa ilaihi rooji'uun. Hari kamis lalu, aku mendapat kabar dari orang tuaku bahwa guru mengajiku,
Pak Kholil, meninggal dunia. Almarhum mengalami kecelakaan (yang mohon maaf
tidak ingin aku ceritakan di sini) hingga menyebabkan almarhum mengalami koma
dan harus dirawat di RS Dr. Soetomo, Surabaya. Aku sangat sedih mendengarnya. Bagaimana
tidak? Beliau merupakan guru mengaji terbaikku sejak aku kelas 2 SD hingga
akhir SMP. Hanya karena aku tidak melanjutkan SMA di Pasuruan mengharuskan aku
tidak bisa lanjut belajar mengaji di TPA beliau.
Sungguh, kabar meninggalnya beliau membuat banyak orang sangat
kehilangan sosok beliau. Sebagai guru Agama Islam di sekolah yang diajar
beliau, sebagai guru mengaji yang memiliki banyak murid dari perumahanku, dan
sebagai Ketua Muhammadiyah Kota Pasuruan, beliau merupakan teladan bagi orang-orang
di sekitarnya. Beliau selalu sabar kepada murid-murid beliau, sepertinya
tidak pernah aku melihat beliau marah. Beliau selalu mengingatkan kami
untuk sholat 5 waktu, hingga kami ingat, jika kami tidak sholat beliau
akan memukul telapak tangan kami sejumlah sholat yang kami tinggalkan, dengan
pukulan yang sebenarnya hanya seperti tepuk tangan. Beliau selalu
mengingatkan kami untuk menghafal Al-Qur’an agar orang tua kami mendapat syafa’at
di akhirat kelak. Beliau sering sekali meminjamkan buku-buku bacaan kepada
kami dan bahkan terkadang memberikan secara cuma-cuma jika kami benar-benar
menginginkan buku tersebut. Beliau selalu melantunkan ayat-ayat Allah
dengan sangat merdu saat menjadi imam sholat, hingga Mamaku sempat menangis dan
berkata “Nanti saat bulan puasa tahun depan, sudah tidak ada Pak Kholil lagi ya,
Kak. Padahal Mama selalu suka kalau Pak Kholil yang jadi imam Sholat Tarawih, bacaannya selalu bagus”. Beliau sering sekali memotivasi kami untuk selalu melakukan yang
terbaik, menjadi umat Islam yang unggul, dan harus bisa menjadi pemimpin yang
meneladani sifat-sifat Rasulullah SAW. Dan kebaikan-kebaikan beliau lainnya
yang sejujurnya sangat banyak dan tidak mampu kusebutkan satu per satu.
Karena baru tadi malam aku sampai di rumah, jadi baru bisa takziyah ke
rumah beliau tadi sore bersama adikku, Salsa, yang juga menjadi murid mengaji
Almarhum. Di rumah Almarhum, kami bertemu Bu Kholil, istri Almarhum. Kebetulan kedua
anak Almarhum sudah kembali ke Jogja dan Boyolali tadi siang untuk melanjutkan
pendidikan mereka. Mendengar cerita dari Bu Kholil, aku sempat merinding dan
menahan tangis. Lili, anak pertama Pak Kholil, diceritakan begitu tegar, bahkan
selalu menguatkan beliau dan sering mengingatkan “Ibu jangan nangis ya”.
Adiknya, Didi, masih uring-uringan, sempat minta berkunjung ke makan ayahnya
sebelum kembali ke Jogja.
Selamat jalan, Pak Kholil! Semoga Allah menerima dengan baik seluruh
amal ibadah Almarhum Pak Kholil. Semoga Bu Kholil, Lili, dan Didi selau
diberikan kekuatan oleh Allah, selalu diberikan yang terbaik oleh Allah dalam
menjalani hidup. Semoga Lili dan Didi menjadi anak-anak Almarhum Pak Kholil
yang sholihah, agar selalu bisa mendoakan Almarhum Pak Kholil. Semoga seluruh
ilmu dan amal kebaikan Almarhum Pak Kholil terus mengalir sampai kapanpun
melalui orang-orang yang dikehendaki Allah sebagai penerus ilmu dan amal
Almarhum. Aamiin Allahumma Aamiin..
***
ZIR
Comments
Post a Comment