Skip to main content

Menjauh dari Kekalutan Hari Ini

Assalamu'alaikum..
Sebenarnya tadi malam aku ingin menulis. Tapi, agenda bersama beberapa temanku, dilanjut sesi pembelajaran baru sebagai pendengar cerita nyatanya lebih mampu mengalihkan duniaku dari platform ini, hehe. 

Maasyaa Allah, Alhamdulillaah, kita sudah memasuki Ramadhan lagi ya. Bagaimana perasaan kalian menghadapi Ramadhan kali ini? Andai kalian bisa melihatku langsung, kalian akan menemukan wajah yang sumringah, tersenyum sendiri dengan jari-jari tangan mengetik rangkain huruf di keyboard. Ya, Alhamdulillaah, aku bahagia, meskipun lagi-lagi harus menjalaninya sendirian di perantauan, orang tuaku melarangku pulang, aku juga khawatir kalau pulang di tengah kondisi seperti ini. Bisa jadi, Lebaran tahun ini menjadi Lebaran ke sekian aku tidak menginjakkan kaki di rumah sendiri dan keluarga besar.

Aku pun memahami, tahun ini dan Ramadhan kali ini bisa jadi tantangan tersendiri untuk sebagian besar dari kita atau bahkan kita semua. Tak bisa dipungkiri, banyak yang bernasib sepertiku, bertahan di tanah rantau dan memilih untuk tidak kembali ke kampung halaman berkumpul bersama keluarga. Tak sedikit juga yang akhirnya bisa bersama-sama lagi dengan Ayah, Ibu, dan saudara kandung setelah sekian lama tak berjumpa. Urusan pekerjaan juga, sedang ramai-ramainya membagikan suka duka selama WFH alias Work From Home. Bagaimana denganmu? Apakah sama-sama menjalani WFH sepertiku? Atau tetap back and forth ke tempat kerja? Semoga apapun yang sedang kita jalani, tidak menyurutkan kelapangan hati kita untuk senantiasa berjuang ya. Dan kalau ada rezeki lebih, yuk bantu saudara-saudara kita juga yang tetap bekerja keras di luar rumah dan merasakan dampak dari anjuran stay at home ini.

"Tapi, Zi, aku bener-bener sedih, kangen keluarga, pingin pulang ke rumah."
"Aku tuh bosen banget di rumah terus. Kangen ke mall, explore tempat-tempat baru seperti biasanya." 
"Kegiatanku sehari-hari jadi nggak beraturan, kayak banyak banget pikiran dan malah jadi nggak bisa tidur. Aku seakan-akan kehilangan makna disiplin."
"Aku masih kerja di pabrik, Senin-Sabtu. Terkadang pingin ngerasain WFH yang kebanyakan orang ceritain di media sosial. Tapi, apa daya, Zi."

Terima kasih ya sudah terbuka dan bersedia menceritakan apa yang kalian rasakan kepadaku, ke teman-teman yang lain, ke keluarga, atau melalui media sosial kalian. I feel you, guys :") Minggu pertama WFH, hidupku tidak beraturan. Jiwa introvert-ku yang dominan membuat energiku tetap penuh hingga malam. Aku jadi tidak merasakan kelelahan yang amat sangat seperti saat kerja di kantor di hari-hari biasanya. Terlebih paparan informasi mengenari COVID-19 seakan-akan tidak ada hentinya. Jam tidurku berantakan. Pikiranku kacau karena tidak mampu kupetakan dengan jelas. Sering memikirkan banyak hal yang berujung hanya bersarang di dalam kepala tanpa kusalurkan ke siapa pun dan media apa pun.

Hingga suatu ketika, aku melihat sebuah post di Instagram @loveshugah yang me-review Khutbah Jumat Ustadz Nouman Ali Khan berjudul "Crisis Response". Aku langsung cari videonya di Youtube untuk mendengarkan lebih detail. Jujur saja aku menangis sejadi-jadinya selama mendengarkan khutbah tersebut. Merasa diri ini tertampar, diingatkan lagi oleh Allah melalui perantara beliau karena topiknya sangat berhubungan dengan kondisi yang sedang aku dan kita semua alami saat ini dan bagaimana cara kita meresponsnya. Bagaimana diri ini malah mencari hal-hal lain sebagai pelarian yang berujung hanya berputar di tempat tanpa pernah selesai. Aku malu, malu sebagai hamba Allah yang bukan malah kembali memahami apa yang telah Allah tuliskan di Alquran sebagai obat dari segala kesedihan. 

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." - Q. S. Ibrahim Ayat 7.

Bersyukur, bersyukur, bersyukur. Kunci untuk membuka ruangan pikiran dan hati kita yang sedang kalut ini ternyata dengan bersyukur. Berusaha menerima ketetapan dari-Nya atas apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Fokus pada apa yang Allah beri, bukan angan-angan yang belum pasti terjadi. Tapi, nggak bisa semudah itu juga, Zi? Iya, betul. Memang butuh waktu untuk menerima dan akhirnya bisa sepenuhnya mensyukuri kemarin, hari ini, dan esok. Lalu, gimana caranya, Zi, biar lebih mudah bersyukur? Well, aku yakin setiap orang punya cara tersendiri soal ini. Tidak ada yang saklek dalam hal ini. Bisa jadi apa yang membuatmu bersyukur ternyata bisa kalian temukan dalam diri kalian sendiri, dalam kotak kenangan yang tersimpan rapi di dalam lemari, atau dengan bermain bersama hewan peliharaan yang menggemaskan sekali.

Kalau aku sendiri, tiga minggu terakhir ini semakin intens berkomunikasi dengan sahabat-sahabat terbaikku untuk melakukan refleksi, membagikan hal-hal yang membuat kita bahagia, sedih, yang telah kita pelajari, dan rencana dalam waktu dekat. Menurutku, kebiasaan ini berhasil menguatkan kami satu sama lain dalam menjalani normal yang baru. Lebih sering menghubungi orang tua dan adik, serta mengapresiasi perjuangan mereka juga membuatku lebih menerima dan merasa baik-baik saja meskipun tak bisa memeluk mereka dan makan bersama semeja. Pun menuliskan ekspresi bahagia dan bersyukur, serta ekspresi sedih di jurnal pribadiku setiap sebelum tidur sangat menyadarkanku bahwa terlalu banyak hal dalam sehari yang patut kita syukuri daripada kita ratapi. Sesederhana menyelesaikan buku bacaan, menghirup aroma hujan, menatap langit biru tanpa polusi, atau membuat dessert box oreo yang yummy :)

Yuk, kita sama-sama coba lagi ya untuk lebih menerima dan mensyukuri semuanya, menjauh dari kekalutan hari ini. Pelan-pelan tak apa. Pastikan kita mampu melangkah dengan tenang dan menjemput harapan esok hari. Oh iya, kalau kata temanku, Zeni, "dengan bersyukur, semua hal jadi lebih mudah dan indah". Dan aku sudah membuktikannya. Selamat mencoba! :)


Ini foto bunga matahari dariku.
Semoga mampu menyimpul senyummu dan merangkai bahagia hari ini.


With love, 
Zizi

Comments