Skip to main content

2019 was like...


Sekitar 10 jam sebelum pergi (lagi) meninggalkan rumah menuju tempat perantauan, aku bermaksud menuangkan isi pikiran yang terlalu bising berkeliaran di dalam kepalaku. Bayangan-bayangan perjalanan hidup sepanjang tahun ini membuatku cukup sering melamun dan senyum-senyum sendiri beberapa hari terakhir sampai terkadang jadi tidur lebih larut dari biasanya. Haha terkesan berlebihan ya, tapi memang benar adanya. Boleh kan ya aku berbagi apa yang aku rasakan selama setahun terakhir? 

Well, as I posted in my Instagram account, my 2019 was like flower buds which turned into fragrance blooming flowers. And that was true. Jika dirangkum, hampir seluruh perjalanan hidup sepanjang tahun 2019 berulang dengan banyak pertanyaan apa, kapan, di mana, siapa/dengan siapa, bagaimana, dan mengapa. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan ini seringkali tidak bisa kuketahui jawabannya secara langsung. Tidak jarang pula pertanyaan-pertanyaan ini semakin terasa menyerang balik ke diri sendiri, membuatku memikirkannya berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan ada yang sampai hitungan bulan, sempat membuatku hampir putus asa hingga penyakit akut “mager” pun tidak terelakkan. Hal ini yang menurutku menyerupai kuncup bunga, terkungkung dengan dunia dalam pikiranku sendiri tanpa bisa melihat keluar. 

Sampai suatu ketika, aku melihat Instagram story seorang kawan jauh yang mengatakan bahwa ternyata jawaban atas segala pertanyaan yang dilontarkan manusia memang tidak harus ada saat itu juga. Lagi-lagi, hanya Allah Yang Maha Mengetahui Segala yang paling memahami waktu, tempat, dan cara yang paling tepat diri ini memperoleh dan memahami jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Lagi-lagi, bukan juga dengan berdiam diri dan “mager-mageran”. Malah pribadi ini yang seharusnya mulai bergerak, berproses, dan berusaha lebih peka terhadap apa pun di depan mata. Butuh waktu dengan upaya dan doa terbaik agar kuncup bunga bisa merekah, bukan?

Ternyata benar yang ia sampaikan. Satu per satu jawaban atas berbagai pertanyaan apa, kapan, di mana, siapa/dengan siapa, bagaimana, dan mengapa-ku hadir. Tentunya setelah melalui serangkaian proses yang terkadang tidak mudah. Tapi aku pun sadar, Allah selalu ada untuk menguatkan dan membimbing hamba-Nya yang mau berusaha dan berdoa. Bahagianya lagi, Ia tidak membiarkanku berjalan sendiri. Tidak terhitung jumlah orang yang Ia hadirkan untukku mencari tahu, mempelajari, hingga memahami rahasia di balik proses menemukan jawaban-jawaban tersebut. Kamu juga, kan? Meskipun belum semua pertanyaan kita terjawab saat ini, namun jawaban-jawaban yang telah terbuka selalu dihadirkan Allah di waktu yang tepat dengan cara yang tepat pula. Bagaimana hati ini tidak dibanjiri dengan rasa syukur yang tidak terkira? Bagai menyentuh bunga yang mekar sempurna dengan indahnya dan menghirup semerbak yang menemteramkan jiwa.

Boleh kukatakan 2019 merupakan salah satu tahun dengan rasa syukur yang paling membuncah. Proses menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu selalu dibarengi dengan pelajaran yang didapat dari berbagai pihak, tempat, waktu, dan cara, baik secara tatap muka langsung maupun sekadar melalui kelas-kelas atau diskusi online. Tidak bisa dibantah lagi memang, setiap bertukar pikiran dengan orang-orang yang paling mengerti diri sendiri, pun dengan orang-orang yang bahkan belum pernah berinteraksi secara langsung sama sekali, selalu memberi input atau sudut pandang baru. Menjadikan hidup ini sebenarnya merupakan pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dan bukan tugas kita untuk menghakimi siapa saja di luar sudut pandang kita sebagai orang yang tidak benar atau tidak baik atau tidak pantas menjadi bagian dari seutuhnya manusia. Melainkan menjadi sosok yang benar-benar berpengaruh untuk (si)apa pun di sekitar kita, sesederhana apa pun bentuknya.

Dan hampir menutup tahun 2019 ini pula, sebuah tulisan Kak Mutia Prawitasari dalam buku Bertumbuh menyampaikan kepada kita makna lain dari bersyukur, lebih dari yang aku (dan mungkin juga kalian) kira. Bahwa bersyukur itu luas. Tak hanya saat kita telah mendapat sesuatu. Bahkan, ketika kita belum mendapatkannya, selama menjalani prosesnya. Ya, bersyukur itu terdapat dalam berjuang. Bersyukur itu saat kita bisa mengoptimalkan potensi diri dari Allah untuk melakukan sebaik-baiknya karya yang mendatangkan manfaat bagi semesta dan se-isinya. 

Setelah tahun ini dipenuhi dengan rasa syukur yang membuncah, Alhamdulillah, semoga di tahun-tahun berikutnya diikuti dengan rasa syukur dengan level lebih tinggi. Mengoptimalkan potensi-potensi diri untuk berkarya di bidang yang disukai yang menghadirkan arti lebih bagi semesta dan se-isinya. Selamat dan semangat bertumbuh dan beraktualisasi diri!

Grow, glow, go!


Cheers,
Zizi

Comments