Skip to main content

Posts

#ZiziMeracau Eps.2: Membelah Diri

Saat masa kuliah dulu, aku sering kali bilang "Ingin membelah diri rasanya..." di hampir setiap momen yang mengharuskan menyelesaikan urusan akademik, organisasi A, organisasi B, dan lain-lain dalam waktu bersamaan atau hampir bersamaan. Setelah bertahun-tahun berlalu, minggu ini aku mengucapkan hal yang sama. Padahal baru saja kembali bekerja di hari ke-3 setelah libur panjang lebaran :") Tidak, bukan berarti aku tidak bersyukur atau bahkan tidak suka dengan pekerjaan baruku sekarang. Malah sebaliknya, aku bersyukur sekali bisa banyak belajar hal baru di sini. Aku merasa perusahaan dan para higher ups melihat dan mengakui potensi diriku untuk aku bisa berkembang di sini. Tapi, kebetulan sekaliii minggu ini lagi di masa produksi learning materials dengan topik yang lebih padat, spesifik, dan mendalam dari bulan-bulan lalu. Ditambah durasi pengerjaan kurang dari waktu standar/ideal sesungguhnya, dengan deadline di awal weekday minggu depan, tepat setelah long weekend jug
Recent posts

#ZiziMeracau Eps. 1: Rindu Bermimpi

Been watching  Twenty-Five Twenty-One  these past 5 days and I just like it...a lot! Bukan cuma suka sama ceritanya yang campur aduk sama urusan keluarga, persahabatan, olahraga anggar, dan love story, tapi lebih ke gimana pesan-pesan yang disampaikan dari sepaket cerita itu lewat akting para pemerannya. So far, yang paling membuat diri ini jadi "membuka mata" lagi dari "tidur panjang" remeh temeh kehidupan pekerjaan dan sehari-hari yang itu-itu aja adalah sosok Na Hee Do. I'm not gonna tell you who she is and how she has affected my feeling and mind. Watch the drama to get what I mean hehe. Pict source: Google Yang pasti, gara-gara nonton drama ini, aku jadi... Rindu bermimpi. Mimpi yang membuat mata berbinar-binar sambil menahan tangis. Tangis penuh harap untuk bisa mewujudkannya. Rindu bermimpi. Mimpi yang mendorong bibir ini seketika menarik senyuman. Senyuman tulus yang membagikan energi untuk melangkah. Rindu bermimpi. Mimpi yang membuat hati berdesir, sek

Resign with Plan and Reflection!

Btw , pagi ini random sekali, buka-buka lagi jurnal pribadiku tahun lalu sambil senyum-senyum sendiri mengingat apa yang pernah kutulis di sana. Keinginan-keinginan sederhana yang baru Allah wujudkan di tahun ini. Mimpi-mimpi yang pada akhirnya kuhapus dalam baris mimpi-mimpiku selanjutnya. Dan berbagai coretan hasil luapan rasa syukur maupun emosi negatif yang menjadi pelajaran berharga ke depannya. Yang paling menarik adalah sebaris kalimat di halaman yang aku tulis pada tanggal lahirku saat itu, "Bertahan di CoLearn min. Okt/Nov - max. akhir tahun".  👇🏻 I was laughing out loud when I read it :D Bener-bener baru inget kalau pernah menulis keinginan itu. Dan ternyata Allah baru kehendaki tepat setahun berikutnya. Ya, di tahun ini. And it's been 5 weeks since my last day working at CoLearn. Wow! Still can't believe Allah gave me such big courage to finally do it, Alhamdulillaah... Well , bagi kebanyakan orang, keputusanku untuk resign dari ed-tech company yang se

Makna Kemenangan Hari Ini

"Allaahuakbar Allaahuakbar Allaahuakbar. Laailaa haillallaahu Allaahuakbar. Allaahuakbar walillaa hilham." Gema takbir bersahut-sahutan dari masjid satu ke masjid lain, dari surau di kampung hingga di pedesaan, pun dari setiap sudut rumah umat muslim di dunia di malam 1 Syawal 1441 Hijriah ini. Antara bahagia dan sedih. Bahagia atas kesempatan yang Allah berikan lagi untuk menuntaskan berbagai ibadah selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Namun, tidak bisa dipungkiri, kekhawatiran akan kualitas ibadah yang mungkin saja jauh dari standar penerimaan-Nya membuat kita sedih. That's why , ketika Hari Raya Idul Fitri tiba, sesama muslim saling mengucapkan "taqabbalallaahu minnaa waminkum" sebagai untaian doa yang berarti "semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian" . Bagi sebagian orang, momen Hari Raya Idul Fitri kali ini juga terasa berbeda dari biasanya. Tidak sedikit yang bertahan di perantauan, tidak pulang ke kam

Bagaimana Aku Merasa Dicintai?

Saat itu, aku dan sebagian besar Ekspresi baru saja menyelesaikan refleksi 2 mingguan pertama kami. Hampir sekitar pukul 2 dini hari, kami masih sedikit melanjutkan obrolan atau sekadar ucapan terima kasih telah membersamai beberapa jam terakhir dengan 'saling mengisi' yang begitu bermakna. Tidak pernah ada kata sia-sia ketika bersama mereka. Sambung menyambung percakapan satu dengan yang lain seakan selalu memberi nutrisi tersendiri untuk jiwa, raga, dan sukma, begitu salah satu temanku menyebutnya. Hampir tidak ada keraguan pula untuk membahas apa pun bersama mereka. Dan karena beberapa dari kami secara tidak sengaja namun serupa membahas soal asmara, aku yang selama ini belum pernah memiliki pengalaman seperti mereka, langsung bertanya, "Btw rek, aku jadi penasaran, gimana ya rasanya dicintai? I mean oleh lawan jenis seperti pengalaman kalian itu" . Mungkin terdengar aneh bagi kebanyakan orang yang saat ini menjalin hubungan dengan orang lain yang katanya atas dasa

Different (Again)

Bolehkah membandingkan pertumbuhan dan perkembangan seseorang dengan orang lain? Wajarkah membandingkan ia yang pendek dengan mereka yang berbadan tinggi dan gagah? Berhakkah membandingkan kamu yang sudah lancar membaca buku di usia 5 tahun dengan ia yang baru lancar membaca sebuah paragraf tepat sebelum masuk SD? Tidakkah kita lihat setiap makhluk-Nya berbeda dari struktur terkecil dalam sel, apalagi sesuatu yang mudah dilihat manusia? Coba perhatikan pertumbuhan biji yang disemai atau tanaman yang ditumbuhkan kembali dengan variabel yang sama pada setiap perawatan dan penjagaannya. Akankah mereka selalu tumbuh dan berkembang dengan kecepatan dan bentuk fisik yang sama, atau minimal serupa? Tentu tidak, kan?  Pict source : Dokumentasi pribadi It's simply because He creates every single thing differently, with different structures, shapes, characters, and even the pace to grow and develop. Let's just focus on what we need to do and what we can control, optimize the potentials H

#ReviewTausiyah: Cara Wanita Haid Mendapatkan Lailatul Qadr

Telah menjadi fitrah wanita mengalami haid setiap bulan, normalnya. Allah menetapkan ini sebagai salah satu keistimewaan bagi wanita yang tidak diberikan ke makhluk lainnya. Ia mengizinkan wanita untuk 'istirahat' dari sholat dan puasa selama kurang lebih 7 hari lamanya.  Sayangnya, memasuki 10 hari terakhir Ramadan, wanita yang mendapatkan jadwal haid tanpa bisa diatur waktunya, pasti merasakan kesedihan. Mengingat hari-hari tersebut merupakan salah satu momen terbaik untuk melejitkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah. Mengupayakan memperoleh bagian dari malam Lailatul Qadr yang lebih baik dari 1.000 bulan. Tidak terkecuali aku, hehe. Jujur sedih sekali sejak Sabtu sore lalu tidak bisa menjalankan puasa seperti sejak hari pertama Ramadan. Pun ibadah-ibadah lainnya yang seperti sudah menjadi kebiasaan selama 3 minggu terakhir. Namun, Allah seakan ingin aku selalu dekat dengan-Nya meski dalam kondisi 'tidak suci' seperti ini. Ia berikan petunjuk lewat tausiyah o

Dasar Manusia!

Manusia itu makhluk yang terlalu banyak mau ya. Sudah diberikan kemudahan, maunya mendapatkan level kemudahan yang super duper mudah seperti memasak mie instan. Kemudahan level biasa itu pun sudah tergolong cepat, tetap saja maunya yang paling cepat tanpa hambatan seperti jalan tol atau g**bexpress instant. Tidak hanya itu, kemudahan-kemudahan yang 'dibiasakan' terjadi dalam kehidupan sehari-hari akibat teknologi terkini tidak jarang membuat manusia lebih mudah gelisah, tidak sabaran, bahkan mengeluhkan keadaan yang terkadang tidak bisa dikendalikan oleh diri sendiri maupun orang lain. Padahal, sudah ada keterangan yang jelas dan lengkap pada layar gadget. Bahkan, bisa menanyakan lebih lanjut ke mereka yang lebih tahu. Tetapi, tetap saja maunya yang paling, paling, dan paling sempurna. Tanpa celah, cacat, rusak, terlambat. Pun merasa menjadi paling berhak dan berkuasa mengatur segalanya. Dasar manusia! Pict source: Pinterest Apakah ini sebuah bentuk ujian dari Allah untuk manus

MYTHOUGHT #4: Perubahan Itu Pasti

Pict source: Pinterest Di setiap detik, menit, jam, hari. Perubahan itu pasti. Di dalam diri, dari luar diri. Perubahan itu pasti. Direncanakan, otomatis begitu saja. Perubahan itu pasti. Diinginkan dengan sangat, tidak diharapkan. Perubahan itu pasti. Diupayakan dengan doa, tiba-tiba tak terduga. Perubahan itu pasti. Ya, kepastian itu adalah perubahan itu sendiri. Manusia saja yang sering kali menepis perubahan yang terjadi. Merasa paling tau apa yang terbaik dan tidak untuk diri sendiri dan (si)apa saja yang berinteraksi. Merutuki orang lain, kondisi, bahkan Tuhan atas apa-apa yang (katanya) tidak seharusnya seperti ini. Padahal sudah jelas, perubahan itu pasti. Jadi, mau menghadapi hal yang sudah pasti atau tenggelam dalam bayang-bayangmu sendiri?

Kembali

Hari ini tepat hari ke-5 aku mandeg menulis dan publish tulisanku di blog. Dan baru detik ini, saat aku mengetikkan satu per satu kata inilah aku mulai kembali. Awal aku bertekad menghidupkan lagi platform yang sudah sekitar dua tahun lebih usang sebenarnya bukan untuk apa-apa atau siapa-siapa, melainkan untuk diriku sendiri. Ya, sebelumnya aku pernah mengikuti tantangan menulis pengalaman menjadi Pengajar Muda selama 19 hari di Instagram, sekaligus meramaikan momen pendaftaran Pengajar Muda Angkatan 19. Sayangnya, aku tidak mampu bertahan sampai akhir. Ada perasaan harus menulis yang bagus, menarik, dan mampu memenuhi rasa penasaran orang lain tentang Indonesia Mengajar dan serba-serbi kehidupan di daerah 3T. Meski aku sendiri tahu, tidak perlulah aku merasa seperti itu. Tepat hari pertama Ramadhan tahun ini, atas ke-sok-ide-an-ku sendiri, aku ingin mulai menulis lagi. Menulis apa pun yang tiba-tiba terbersit di pikiranku, obrolan bersama teman-temanku, apa yang telah kupelajari, a

-

Bagai petir di siang hari yang begitu terik. Kabar itu hadir tepat setelah adzan Maghrib berkumandang. Membalikkan 180 °  kenikmatan es buah dan lumpia yang kamu santap untuk berbuka puasa. Menghentikan sejenak aktivitas mengecap rasa manis dan asin di lidah, berganti dengan kekakuan yang menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Kamu sudah tidak mampu mencernanya dengan jernih. Apalagi menghubungkan sinapsis satu dengan yang lain untuk menghasilkan kata-kata. "Semangat" bukan lagi tiga suku kata yang bisa kamu benarkan dan terima saat itu juga. Tidak ada banyangan. Petunjuk jalan seperti ditutup paksa bagai tempat-tempat umum selama pandemi. Kamu pun hilang arah. Yang ada hanya diam, disusul air yang mulai menetes di dinding pipimu yang mrusu , tetap tanpa suara. Mungkinkah kenyataan itu bisa dibalik saja? Semudah menengadah dan menelungkupkan kedua tangan. Akankah ada harapan? Seperti yang selalu Allah janjikan.

Kebaikan Itu...

Benar adanya, kebaikan itu menular. Entah berawal dari mana dan dilakukan oleh siapa, kebaikan-kebaikan yang aku dan kamu lakukan tidak sedikit bersumber dari inspirasi yang disebarluaskan orang-orang yang kita kenal maupun orang-orang dengan cakupan memberi pengaruh yang luas. Tanpa kita sadari, sebenarnya seluruh kebaikan di bumi Allah ini tidak ada yang berdiri sendiri. Sebuah kebaikan akan menghubungkan satu pihak dengan pihak lain, membentuk interaksi yang menggurita hingga ke pihak yang bahkan tidak pernah saling tahu, kenal, bertemu, apalagi bertegur sapa. Sungguh luar biasa, bukan? Kebaikan sesederhana bertanya kabar ternyata bisa membuat hati seseorang tenang dan bahagia, merasa ada yang memperhatikan dirinya. Apalagi kebaikan-kebaikan lainnya yang bahkan mampu menyambung hidup dan menyelamatkan nyawa makhluk-makhluk-Nya. Sejak pandemi yang memaksa kita untuk di rumah saja dan beraktivitas penuh di dan dari rumah, berbagai inovasi kebaikan mulai bertumbuh dan semakin menjamur.

MYTHOUGHT #3: ?

Pict source: wattpad.com Sampai kapan kamu mampu bertahan di sana? Sampai kapan kamu mengelak pemikiran mereka yang tak masuk di akalmu? Sampai kapan kamu terus membiarkan pertentangan bersarang dalam hatimu?  Sampai kapan kamu memendam gejolak itu tanpa kamu izinkan seorang pun tahu? Bersegeralah, kawan. Bersegeralah menemukan apa yang sesungguhnya kamu mau, yang benar-benar ingin kamu jalani. Yang membuat senyummu merekah sepanjang hari, sejak pagi hingga malam hari. Yang mengisi penuh energimu meski kamu berkutat dengannya tak kenal waktu, jarak, dan dimensi. Dan sesuai dengan fitrah dirimu, yang Allah tanamkan bahkan sebelum kamu mampu menghirup hawa langit dan bumi. Bersegeralah, kawan. Jangan sampai menunggu hingga saraf-saraf di otakmu sudah tidak mampu saling terhubung lagi. Jangan sampai menunggu kaki dan tanganmu sudah tidak kuat melangkah dan menggerakkan pena lagi. Jangan sampai menunggu matamu tertutup selaput putih yang membuat pandanganmu tak lagi berfungsi. Jangan sampa

Lelah

Pict Source: weheartit.com Lelah. Boleh, kan? Suntuk. Boleh juga, kan? Menjauh dari riuhnya kehidupan. Nah, ini! Boleh banget ya? Iya, boleh. Yeay!! Asal... Yah, ada lanjutannya. Tentu.  Asal kamu tahu kapan saatnya kembali. Asal kamu paham cara untuk kembali. Jangan terlalu lama pergi. Merindukanmu itu hal yang pasti. Apalagi Allah Yang Maha Pengasih. #latepost Sabtu, 9 Mei 2020

Ilmu Sebelum Amal

#latepost  Terdapat sebuah momen selepas Isya' dan Tarawih hari ini yang mengingatkanku pada kalimat "Ilmu sebelum amal". Kamu pasti pernah mendengarnya juga, kan? Bahkan, Imam Bukhari juga menuliskan sebuah bab tersendiri dalam kitabnya yang menyatakan "Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan". Nah, baru saja aku dan beberapa teman berada dalam (katakanlah) sebuah majelis ilmu. Kami saling berbagi satu sama lain mengenai topik tertentu yang kami sepakati untuk kami pelajari selama Ramadhan ini. Ketika seorang temanku menjelaskan dan memberikan pencerahan sejelas-jelasnya mengenai suatu topik, aku langsung menyeletuk, "Ya Allah, ternyata sebenarnya aku melakukannya dengan benar selama ini. Tapi, aku lupa atau bahkan belum tahu kenapa harus seperti ini, syarat-syarat apa saja yang ada di baliknya, dsb. Aku lakuin terus aja karena memang itu yang pernah diajarkan guruku ketika masih kecil." Pembahasan berlanjut topik demi topik hingga tiba pada sa